MENJADI HAJI TANPA HARUS PERGI HAJI

[b]


BERHAJI TANPA HARUS PERGI HAJI
Haji adalah rukun Islam yang kelima, banyak orang melaksanakan ibadah haji yang terjebak pada cara tapi lupa pada tujuan ibadah haji itu sendiri. banyak yang mengira bahwa dengan melaksanakan ibadah haji seseorang pasti akan masuk syurga, karena memang demikian Rasulullah menyabdakan melalui hadisnya, yag berarti " haji mabrur akan dibalasi oleh Allah dengan Syurga". benar sabda Rasul tersebut, tetapi siapakah yang tahu atau yang dapat menjamin bahwa ibadah haji seseorang bernilai mabrur dsisi Allah Swt. Orang yang melaksanakan ibadah haji dan mendapat nilai haji mabrur disisi Allah berindikasi sesudah melaksanakan ibadah haji berprilaku lebih baik dari selruh aspek kehidupannya, dibanding  sebelum melaksanakan ibadah haji. segala prilakunya bernilai positif, hidupnya punya arti dan manfaat bukan saja bagi diridan keluarganya, tapi juga masyrakat, bagi agama dan juga bagi bangsanya.hal ini berarti tujuan melaksanakan ibadah hajinya tercapai atau berhasil.
Sebab tujuan melaksanakan ibadah haji bukan saja mendekatkan diri kepada Allah, bukan saja karena shalat di Masjidil Haram pahalanya 100.000 kali lipat lebih besar dibandingkans halat dimasjid yang lain, ataupun melengkapi kesempuranaan keislamannya, karena memang haji adalah rukun Islam yang kelima dan itu semuanya benar, namun andaikata itu semua yang menjadi tujuan utama ibadah haji akan terasa Allah bersifat tidak adil, padahal Allah maha Adil. bagi ummat Islam yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji akan merasa, mengapa untuk mendekatkan diri kepada Allah harus berjalan jauh melintasi benua dan samudra, tidak dapatkah mendekatkan diri kepada Allah disini (Indonesia) ? bukankah Allah berfirman dalam kitab sucinya yang artinya " dan Aku lebih dekat dari urat leher". begitu juga bagi yang tak berkemampuan Shalat di Masjidil Haram, sampai kapanpun, rasanya takkan memperoleh pahala sebanyak itu.karena memang tak punya biaya untuk pergi kesana. terasa benar Allah hanya mengasihi orang yang kaya, padahal Allah adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada seluruh mahluk Nya.

firman Allah dalam surat; An-nisa (4) ayat 125

و من احسن  دينا  ممن  اسلم  وجهه  لله  وهو  محسن واتبع  ملت ا برا هيم حنيفا وا تخذالله ابرا هيم خليلا
Dan siapakah yang lebih baik (pengamalan) agamanya, selain orang yang senantiasa menghadapkan wajahnya (beribadah) kepada Allah dan selalu berbuat baik dan mengikuti (mencontoh) agama Ibrahim dengan condong (berserah diri), dan Allah mengambil Ibraim sebagai kekasihnya.

bahwa kesimpulan dari tujuan haji itu adalah kita disuruh Allah untuk senantiasa ikhlas dan berserah diri hanya kepada Allah, apapun dalam menapaki hidup, hendaknya mencontoh sebagaimana hidup Nabi Ibrahim sekaligus mencontoh kesuri tauladanan Nabi Muhammad Saw. tetapi mengapakah sekedar mencontoh kehidupan rasul-rasul Allah harus jauh-jauh ke Makkah ? jawabannya adalah dengan kita hadir ditempat dimana terjadinya peristiwa bersejarah yang dilaksanakan Nabi Ibrahim akan terjadi peristiwa induksi dalam diri jamaah haji. akan mudah tertulari sikap kepasrahan Nabi Ibrahim. bahkan ketika jamaah haji melangkahkan kaki di Masjidil Haram dan memandang Ka'bah larut berputar mengelilinginya (thawaf) terasa benar bahwa Allah benar-benar hadir dihadapan jama'ah , ya sangat dekat.dan dekat sekali bagai tak ada tabir yang membatasi. Allaahu Akbar, Labbaika Allahumma Labbaik.......

Memang diwajibkan bagi jamaah haji untuk melaksanakan rukn haji seperti yang dailakukan Nabi Ibrahim AS. yaitu setiap Jamaah Haji wajib melakukan wukuf di Arafah pada tanggal 10 Zulhijjah, karena justru inti dari pelaksanakan Iadah Haji itu adalah wukuf di Arafah. ketika wukuf di Arafah Jamaah Haji dari bangsa yang berbeda, warna kulit yang berbeda, berbeda suku, berbeda bahasa berkumpul dipadang Arafah dengan pakaian yang sama  putih tak berjahit, menyuarakan bahasa yang sama Labbaaika Allaahumma Labbaaik " Kami penuhi panggilan Mu Ya Allah, Sesungguhnya segala puji, segala keni'matan, dan segala kerajaan segala kebesaran adalah Milik Mu ya Allaah, tiada sekutu bagi Mu ya Rabb.di Arafah ini hakiktnya adalah kita disuruh untuk berfikir, berdzikir dan berintrospeksi, siapakah sebenarnya manusia ini, dari mana ia datang dan kemana akan pulang. apa yang telah dilakukan sebelum ini dan apa pula yang akan kikerajakan sesudah ini?semuanya pelajaran yang harus diurai untuk diimplikasikan sesudah pulang ketanah air masing-masing. berkumpulnya  seluruh Jamaah Haji dari berbagai Bangsa dan berbagai Negara  yang tidak kurang dari ratusan ribu bahkan jutaan manusia berkumpul di Arafah adalah merupakan lambang bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kebersamaan dan sangat menganjurkan persatuan.Islam tak membedakan antara rakyat dan pejabat, antara petani dan pegawai

Setelah jamaah haji wukuf dipadang Arafah untuk bermuhasabah, bertafakkur untuk merenung, mengenali siapa diri sesungguhnya dari mana ia datang dan kemana ia akan pulang. Mengenali diri akan berimbas kepada siapa sesungguhnya yang menciptakannya,maka jamaah akan mengenali Allah Swt sebagai Tuhannya, yang tiada sekutu bagiNya, Dia yang wajib di sembah, Dia yang Maha Tunggal, Dia adalah Sang Pencipta dari segala yang ada dialam jagad raya. Maka tersadarlah jamaah bahwa kelak kesanalah akan kembali, kesanalah akan menghadap untuk melanjutkan hakikat perjalanan hidup yang tak berujung dan tak bertepi selamanya, ya kekal abadi selamanya. Apa yang ia perbuat ketika hidup dialam dunia disanalah kelak akan memperoleh apa yang ia usahakan, amal baik akan berbalas baik, sedang prilaku buruk akan berakibat pula pada dirinya.

Sungguh perenungan itu telah berlalu, dan kini jamaah haji telah memahami hakikat hidup, karena itu semuanya  telah bersiap untuk mengarungi kehidupan dunia secara simbol, yaitu dengan bereksodus meningalkan muara kehidupan melelui alurnya menuju arena perjuangan untuk melawan dan mengalahkan nafsu.  diawali  jamaah menuju Mina dan singgah di Muzdalifah untuk mengambil batu-batu kecil yang dipersiapkan  lempar jumrah. Melewati jam 12.oo malam, jamaah haji mulai marathon menuju ke Mina, dimana seluruh jamaah Haji akan tinggal menetap disana selama tiga hari atau lebih untuk melempar jumrah di Jamarat. Sesampainya di Mina Jamaah singgah di kemah untuk sekedar meninggalkan perbekalan yang dibawanya, sedang pakaian yang dipakai tetap pakaian ihram karena memang hanya pakaian itulah yang wajib dikenakan sebelum selesainya pelaksanaan ibadah haji sampai dengan tahallul. Jamaah Haji terus bersiap  batu kerikil yang minimal berjumlah dua puluh satu kali meuju altar pelemparan batu yang terdiri dari tiga pilar dan masing-masing pilar jamaah harus dilempari sampai tujuh kali dan diusahakan mengena pada pilar-pilar tersebut. Demikian itu, dahulu dilakukan oleh Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Siti Hajar ketika ketiganya hendak melaksanakan  perintah Allah dengan penyembelihan sebagai tanda ketakwaannya kepada Allah. Ketiga orang hamba Allah itu ihlas, ridha dan tawakkal atas perintah Allah, agar Nabi Ibrahim menyembelih putra satu-satunya yang sangat didambakan kehadirannya dan sangat disayanginya, namun kini setelah Ismail tumbuh dewasa diperintahkan untuk disembelih, manusia mana dijagad raya ini yang bisa ihlas, tawakkal menjalankan perintah Allah ini, selain Nabi Ibrahim dan Nabi Ismal As beserta Siti Hajar, Firman Allah suart 37 :102

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup), berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu ?, Ia menjawab: hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku , termasuk orang-oran yang sabar.

Deimikian inilah kiranya pelajaran yang diberikan Allah kepada seluruh hambaNya untuk dapat menjalani hidup bagai kehidupan Nabi Ibrahim yang total kepasrahannya hanya kepada Allah. Artinya bahwa dalam menjalani kehidupan di dunia ini akan selalu mendapat ujian, cobaan, ada yang berat, ada yang ringan tergantung bagaimana kita menyikapinya.  Namun yang pasti  Allah tidak akan pernah memberi cobaaan diluar batas kemampuan hambaNya ; firman Allah Swt dalam surat 2 : 186

Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.  Juga firman Allah dalam surat 2 : 155,
Dan sungguh akan Kuberikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.

Hidup adalah perjuangan, bukan perjuagan kalau tidak ada pengorbanan inilah yang diajarkan Allah kepada kita melalui tamsil Nabi Ibrahim besrta keluarganya, dan itu semuanya bermodal ketulusan dan kepasrahan secara mutlak kepada Allah bila memang kita menginginkan hidup yang mendapat ridha Allah, yang kelak akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Numun hidup tawakkal dan pasrah kepada Allah inilah yang sangat dibenci oleh syaitan, karena syaitan dengan segala tipu dayanya itu ingin memperdaya manusia supaya mengikuti kemauannya dan berujung kepada hidup yang sesat celaka dunia, celaka pula diakhirat, inilah yang dikehendaki oleh syaitan kepada seluruh ummat manusia. Karena itu Allah memerintahkan melalui simbul lempar jumrah bagi jamaah haji agar senantiasa dapat mengalahkan sayaitan, dengan menundukkan nafsu, bukan sekedar menahan hawa nafsu tetapi mengalahkan hawa nafsu. dan bagi siapun yang sanggup mengalahkan nafsunya pasti akan hidup dalam bingkai ridha Allah Swt. Pelajaran inilah yang hakikatnya bagi Jamaah Haji untuk dapat diamalkan sesudah pulang dari berhaji, sebab secara lambang telah mengalahkan Syaitan di jamarat melalui lemparan batu-batu kecil dan telah mengalahkan nafsunya. Dengan demikian benarlah apa yang disbdakan Rasulullah melalui hadisnya, bahwa;  siapa yang Hajinya mabrur, maka ia akan mendapat Syurga. Orang yang masuk Syurga berarti orang yang mendapat Ridha Allah, dan orang yang mendapat ridha Allah adalah karena ketakwaannya.

Maraton Jamaah Haji masih terus dilaksanakan oleh tamu-tamu Allah yang mulia, disinilah banyak tamu Allah mendapat cobaan, ujian atau apalah namanya, karena disinilah semua jamaah haji dibutuhkan kesabaran, ketabahan, bagaimana tidak, berkumpul jutaan manusia ditempat yang sama dalam keaneka ragaman budaya, berbeda bahasa, suku dan warna kulit dengan mengerucut menjadi tamu Allah dan hanya mengharap keridoanNya.akan mudah terjadi gesekan, ketersinggungan, hal ini sangat-sangat wajar mengingat kepenatan, keletihan rasa lapar dan hauus akan mudah muncul emosi yang tinggi.  Pada saat inilah seluruh jamaah haji setelah melempr jumroh menuju ke Makkah Al-mukarromah ke Masjidil Haram untuk melaksanakan Thawaf Ifadoh. Dibutuhkan kondisi yang prima untuk melakukan rukun haji ini. Betapa rasa capai, lelah dan mungkin lapar karena makan hanya ketika  di Arafah sebelum menuju Muzdalifah, terus ke Mina langsung lempar Jumroh terus menjuju Masjidil Haram yang menempuh jarak dengan berjalan kaki dari Mina sampai ke Masijdil Haram kurang lebih sepuluh kilometer (tergantung letaknya perekmahan Mina), karena tidak satu jengkal tanahpun yang tak ditapaki tamu Allah, berjejal dan berdeak, saling mendahului bersenggol dan bersikut sesama jamaah, kalau tak dapat mengalahkan nafsunya, bukan tidak mustahil akan menimbulkan perselisihan dan keributan sesama jamaah. Dan kalau hal ini sampai terjadi, apalah artinya menunaikan ibadah haji ? hanya ingin menang sendiri ? bukankah akan lebih baik dengan orang yang tidak berhaji tapi ditempat masing-masing ia menjalin silaturahim dengan sesama Hamba Allah ? padahal Ibadah Haji juga lambang persatuan Ummat Islam seluruh dunia. Ketika Thawaf dimulai dari lampu hijau antara hajar  Aswah dan Pintu ka’bah yang disebut Multazam (salah satu tempat yag mustajab untuk berdo’a) bergeraklah hamba-hamba Allah memutari ka’bah sebanyak  tujuh kali putaran, dengan masih berpakaian ihram bergumuruhlah dari jutaan suara jamaah yang intinya seluruhnya memuji Allah, membesarkan Allah, dan dengan sesekali mengangkat tangan jamaah yang diarahkan ke Baitullah rumah Allah dengan berucap BISMILLAHI ALLAHU AKBAR, LABBAIKA ALLAAHUMMA LABBAIK, INNALHAMDA, WANNI’MAT LAKA WALMULK LAASYARIIKALAK. Mereka larut dalam putaran jutaan manusia banyak yang tak terasa meneteskan airmata membasahi pipi yang beraut kecapaian namu terasa sangat membahagiakan dapat memeuhi panggilan Allah meskipun boleh jadi seunur hidup hanya sekali dapat berkunjung ke Ka’bah. Disanalah seluruh jamaah terasa betul dekat dan sangat dekat dengan Allah, kehadiran Allah tearsa betul ada dihadapannya. Allaahu Akbar, Subhaanallah. Larutnya Jamaah dalam putara thawaf ini mengajarkan  kepada jamaah bahwa sepulang dari iabdah haji dapat mengimplikasikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa bisa hidup menyatu dengan Allah Sang Khalik, dapat mengimplementasikan sifat-safit Allah dalam berperilaku seperti perilaku Allah. Bahwa jamaah punya keimanan yang kuat punya aqidah yang tak mudah goyah, bahwa hidup ini ada dalam lingkup kekuasaan Allah, Allah bersama kita, yang akan bernuansa bahwa hidup ini harus optimis, dalam cobaan apapun akan dihadapi dengan ketabahan, karena hakikatnya cobaan itu dari Allah, dan Allah hannyalah sekedar menguji, bukankah kita dianjurkan untuk bersabar ? juga akan merasakan bahwa hidup dengan amal shalih tak akan pernah sia-sia, karean Allah senantiasa dekat dengan kita, dan pada akhirnya hidup ini bukan untuk sendiri, tapi untuk berbagi, bukankah ini juga yang dikehendaki Rasulullah Saw,dengan hadisnya “ sebaik-baik manusia adalah yang hidupnya punya manfaat untuk orang lain”. Selesai Thawaf dilanjutkan dengan SAI, berjalan cepat bagi Jamaah Haji tujuh kali pergi dan pulang antara bukit Shafa dan Marwa

mengingatkan jamaah pada satu peristiwa ketika setelah Siti Hajar melahirkan Ismail, tidak ada makanan dan tidak juga ditemui air, sehingga air susu bunda hajarpun tak dapat menyusui Ismail,  kedua anak beribu hamba Allah itupun  merasakan betapa ujian sangat berat , suami (Nabi Ibrahim) tak ada disampingnya, dan tak lagi ada bekal sisa yang ditinggalnya perut lapar, kerongkongan tersa haus. Ismail meronta-ronta kehausan. Melihat kejadian tersebut naluri seorang ibu untuk menyelamtakan anak yang dicintainya ia bangkit, semangat tumbuh, kendati  badannya terasa sangat lemah untuk berbuat yang lebih dari itu, namun demi kesalamatan diri dan anaknya itu ia harus berusaha untuk mendapatkn air, maka tertujulah arah pandangnya ke bikit Shafa, demi terlihat dari tempat mana ia berdiri seolah ia melihat ada air, maka berjalanlah setengah berlari (lebih tepatnya jalan cepat) peristiwa ini dinamai SAI, namun kali ini perjuangannya tak menuai hasil, maka pandangannyapun kini berbalik kebukit Marwa, kini ia menuju kebukit tersebut dengan senantiasa berharap akan segera mendapatkan air untuk keselamatan diri dan anaknya , tapi kali inipun harapan itu tak terwujud, maka diulangilah kembali usaha tersebuat berulang sampai tujuh kali pergi dan pulang. Namun usaha yang demikian keras itu tak membawa hasil. Apa yang ia lihat kini ia sadari bahwa pandangan dari kejauhan yang ia lihat air hanyalah fatamorgana belaka. Sebagai usaha maksimal seorang ibu untuk menghidupi anaknya yang pantang menyerah kini telah berahir, keyakinannya kini membentur dengan benteng takdir. Tinggallah lagi satu ihtiar kepasrahn kepada Sang Pencipta Kehidupan Allah Swt. Dipanjatkanlah doa kepada Nya, diserahkanlah akan takdir diri dan anaknya ia yakin bahwa Allah tidak akan menguji diluar batas kemampuannya. Sebagai seorang manusia yang lemah, dhaif dan tak berdaya.  Allaahu Akbar, usaha itu tak sia-sia, Allah memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, doa seorang ibu yang lemah didengar Allah, usaha keras yang telah diusahakan dijawab Allah, dari kaki mungil ummatnya (Ismail) yang dihentk-hentakkan ketanah dalam menangis karena kehausan, keluarlah air, ya air yang sangat dibutuhkan oleh kedua orang hamba itu....luapan gembira seorang ibu menjadikan reflek suaranya dengan berucap zam.......zammmmm. sampai sekarang terkenal dengan air zamzam atau sumur zamzam. Kali ini jamaah Haji diwajibkan untuk mengambil ibarat dari apa yang dilakukan oleh Siti Hajar. Setelah ini dilakukan oleh tamu-tamu Allah kiranya jamaah dapat merasakan langsung betapa berat perjuangan bunda Hajar dalam mengarungi lautan kehidupan. ditempat itulah dahulu peristiwa  terjadi dan kini jamaah untuk turut merasakan penderitaan itu ditempat yang sama agar mudah terinduksi sifat menghadapi hidup untuk tidak mudah putus asa, harus bekerja keras, berjuang tanpa kenal lelah, bertawakkal hanya  kepadaNya, dan ahir dari segala sesuatunya hanya Dialah yang menentukan. Dan semestinya bisa diambil i’tibar oleh seluruh ummat Islam yang telah melaksanakan Ibadah Haji kalau memang ingin nilai hajinya  haji Mabrur bukan sekedar predikat haji dihadapan manusia. Selesai nya SAI ini berarti rangkaian ibadah haji telah berakhir dengan bertakhallul (pemotongan rambut)

Ibadah Haji yang diwajibkan seumur hidup hanya sekali dan bagi orang yang mampu sesungguhnya menjadi pelajaran bagi kaum Muslimin bahwa dalam hidup keseluruhannya telah dilambangkan dalam amalan Ibadah haji tergantung bagaimana jamaah yang telah berhaji dapat memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari ditanah air masing-masing. Andaikata hal itu dapat diimplementasikan setiap hari, bukan saja jamaah tersebut berpredikat dihadapan Allah sebagai HAJI MABRUR Tapi yakinlah bahwa jamaah haji itu adalah menjadi Jemaah Haji Sepanjang Masa.


Akan halnya bagi kaum Muslimin yang karena secara syara’ tak dapat melaksanakan Ibadah Haji, mungikin karena kesehatannya yang kuruang mendukung atau mungkin kekurang mampuan soal membayar ongkos biaya haji, bukan berarti tidak dapat mendekatkan diri dengan Allah Swt, atau bukan berarti tidak dapat pahala Ibadah Shalat di Masjidil Haram yang paalanya 100 ribu kali dibanding shalat dimasjid yang lain, atau bahkan tidak dapat masuk Syurga seperti orang yang Haji Mabrur, tetapi semua itu hanyalah lambang, simbol. Meskipun demikian menunaikan ibadah haji adalah wajib hukumnya, bagi yang mampu seumur hidup sekali, karena memang merupakan rukun Islam yang kelima. Bagi kaum Muslimin yang dapat berta’aruf (mengenal) tentang dirinya melalui perenungan, berdzikir dan melahirkan nuansa ma,rifat kepada Allah, dengan melahirkan amal shalih. Bisa mewujudkan sifat-sifat Allah dalam kehidupan sehari-hari baik untuk menfaat bagi dirinya maupun masyarakat lingkungannya, serta bekerja keras untuk kemaslahatan umat, pantang putus asa dalam menghadapi cobaan dan senantiasa berawakkal, pemasrahan dirii kepada Dzat Yang Menghidupkan maka ia berarti telah menjadi Haji tanpa melaksanakan Ibadah Haji. Begitu juga bagi yang telah beribadah haji tapi tak mampu mengaktualisasikan amalan haji dalam kehidupan sehar-hari, maka iapun telah berhaji tanpa predikat haji dihadapan Allah Swt. Ia telah sangat merugi, membuang tenaga bermingu-minggu, modal yang sangat besar, meninggakan banyak keluarga, pekerjaan, namun tak mendapatkan apa-apa, kecuali predikat bapak/Ibu haji pada pandangan manusia Wallaahu’ a’lam.


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       




[/b]

0 komentar: